2015/06/29

Ri...


Ri...
Aku sudah terlalu sering mengucapkan namamu dalam doaku, mungkin Tuhan sudah bosan mendengarku, memohon untuk bahagiamu, merengek meminta kembali hatimu yang pernah jadi milikku, mengeluh dalam isakan saat gelombang rindu tak kunjung reda dalam hatiku.
Ri... Apa kabarmu?
Aku menyimpan tatapanmu terselip rapi dalam bundelan kenanganku, memasukkannya dalam kategori hal yang paling kusukai, berulang kali sengaja dibuka dan ditutup lagi.
Diikuti dengan berjuta ton rasa tak nyaman yang tercampur aduk dengan penyesalan.
Ri...
Aku bukan tak mencoba lagi, mungkin kau hanya tak menyadari.
Tak terhitung berapa kali aku menahan jari untuk mengirimkan pesan basi, meneguhkan hati dan kemudian ragu lagi.
Yang terakhir masih sangat melekat, kau masih hangat sama seperti yang kuingat.
Namun aku merasa kau tak akan lagi mendekat, dalam jauhnya spasi yang kau buat aku sekarat.
Ri...
Aku tak mengerti,  atau kau tak memahami?
Aku memperjuangkanmu lebih dari pada kupikir aku mampu.
Aku berkorban banyak,  terutama ego dan harga diri yang selalu kujunjung tinggi.
Kau berpikir aku terlalu mahal, saat aku sudah menurunkan harga sebegitu rendah.
Aku yang berlari terlalu kencang,  atau kau yang tak ingin lelah untuk menggerakkan kaki mengejarku?
Ri...
Tolong kenali aku.
Kau adalah lima huruf yang paling kudamba, membuat otakku berhenti bekerja.
Aku berharap kau tau, aku memberimu waktu, sampai aku bosan menunggu.
Aku baru saja menambahkan kata 'selamanya' dalam kamusku.
Jangan biarkan dunia menggerus ingatanku, setidaknya tentangmu.
Ri...
Hari ini aku berlomba dengan rembulan, siapa yang mampu paling lama bertahan dalam dinginnya malam, kemudian awan melintas meredupkan cahayanya, mengingatkan sorot sayu matamu, aku terkesiap dan kedinginan.
Sialan.
Aku mengaku kalah dan menyelam dalam selimut kenangan, memberikan hangat yang nyaman, menyusul dingin kerinduan yang tak tertahankan.
Aku menggigil tak berkesudahan.
Hatiku beku,  Ri...
Ri, tanyakan kabarku.
Karena aku tak cukup berani, kau boleh mulai berbasa basi.
Ayo kita mulai lagi, seperti aku memulai paragraf ini,
Ri...



( Aku semakin memahami  konsep mengikhlaskan. Ikhlas adalah kata yang sulit, begitu rumit.  Kau tak akan mengerti bila kau belum pernah kehilangan, dikecewakan keadaan.
Seorang sahabat dipanggil Tuhan. Keluarga diliputi kesedihan. Orang -orang berkata untuk ikhlas. Bicara memang mudah, namun ditinggalkan sungguh menyakitkan, merindukan begitu mematikan. Saat kita hanya punya kenangan, segalanya menjadi begitu kurang, kau akan mulai memikirkan begitu banyak kemungkinan. Kau akan mulai menyalahkan Tuhan. Kita tidak merelakan. Kita tidak siap ditinggalkan.
Ikhlas berarti kita sudah berbesar  hati menerima keadaan. Kuncinya ada di penyerahan diri. Memahami bahwa kita sudah punya cerita dalam buku kehidupan, lahir, mati, jodoh,  semua sudah terangkai utuh. Esok akan tiba waktunya bagi kau,  bagi aku, kita cuma diberi waktu lebih lama.
Namun ingat,  kita tak boleh kehilangan harapan. Hidup memang begini adanya. Jangan pernah memaksakan, jalankan dan temukan apa yang menjadi bagian kita. Bila tak sesuai yang kita dambakan , maka ikhlaskan.)

(06.02.15-23.29_ For I am conscious of my thoughts about you, says the Lord, thoughts of peace and not of evil, to give you hope at the end - Jeremiah 29:11  )
 
 
Copyright © Cerita Senja, Langit, dan Senyuman
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com