2014/01/25

Karam

Kadang aku lelah berdiri, aku berbaring dan melegakan nafas.
Kadang aku lelah berlari, cuma ingin berjalan pergi, perlahan tanpa tujuan.
Katanya aku naif.

Air mata buka lagi barang yang mahal, bagai obral, mengairi pelupuk mata, tak dipinta tak diduga. Ah, itu cuma drama.
Entah, aku menciptakan skenario tanpa realita.

Katanya mencintai cinta dapat menyejukkan jiwa, tapi bagaimana mengetahui cinta yang harus dicinta?
Katanya menjadi diri sendiri adalah identitas, tapi munafik masih jadi pilihan utama, katanya supaya bisa diterima.
Katanya aku naif.
Katanya aku naif.

Kadang aku ingin mengerti, entah, apa saja asal tidak tentang hidup. Kataku aku bisa

Katanya aku tak bisa.
Katanya aku naif.

Berlari berarti... menjauh pergi.
Kadang aku ingin kembali, ah... lagi-lagi dihalangi tembok gengsi dan harga diri.
Katanya aku harus membuka diri, mengisi hati. Akan ada saatnya, aku tetap menanti, pasti datang yang sejati, kataku begini.
Katanya aku naif.

Terseok perlahan diantara cacian diri sendiri, dengan raungan tanpa henti, ah.. lagi-lagi cuma pertunjukan sandiwara, katanya untuk menipu jiwa dan nurani.
Detik waktu menggeram tak henti-henti, mencoba mencuri fokus dari pertunjukan dusta yang kuperankan sendiri.
Kadang aku merindukan nurani, kembali begini, tak takut mati, tak perlu berbaris membeli topeng agar disukai.
Katanya aku bisa, hanya perlu mencoba.

Ah, kataku aku naif.



(25.01.2014-20.52_Be patient when knowing, you care when others need but others don't when you are in-Someone)
 
 
Copyright © Cerita Senja, Langit, dan Senyuman
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com